Original Posted : 7 Maret 2017
{Bismillahirrahmanirrahim}
Sahabat, berbicara tentang syurga adalah sebuah kenikmatan yang tak terkira, membaca tulisan tentang syurga seakan kita akan tiba di sana, mendengar kata syurga seakan kita akan hidup di sana. Namun tatkala sebuah tanya memecah sunyi, sudah pantaskan aku masuk syurga?
Menitip rindu pada sebuah nada lagu, “Aku manusia yang takut neraka, namun aku juga tak pantas di surga”. Jika aku melihat diriku, Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya daripada mahluk lainnya, tapi aku menyadari akan keluhan yang menipiskan keimanan, iri dan dengki masih tengah kurasakan. Perintah dan laranganNya pun terkadang kulalui. Bagaimanakah aku akan mencium aroma syurga?
Lisan yang seyogiyanya terucap dzikir, shalawat dan tilawah. kini memudar dengan alunan-alunan musik dan nyanyian. Terkadang pula, aku menghadiri majlis-majlis ghibah. Interaksi sosialku pun, tak mampu menyambungkan tali silaturahmi melainkan memutuskan tali silaturahmi atas lisan ku yang tajam dan bermata dua, terkadang membahagiakan namun juga di samping itu mampu melukai. Bagaimanakah aku akan menapaki kaki ini di syurga?
Jarak masjid di Indonesia sangat dekat bahkan dapat di jangkau dengan berjalan kaki, namun kaki-ku masih kupaksa terdiam dalam belaian angin, dan malas pun menyerang hingga ku terlepap, bangun di akhir waktu. Bayang-bayang api jahanam pun melintas pada bayang-bayang selaput mata, dan surga terasa semakin menjauh. Astagfirullah
Sahabat, hingga kita pun berkewajiban untuk menela’ah sedikit kisah para sahabat yang teramat dalam mencintai Islam. Sebagai contoh, Sahabat Abu Bakar Ahs-Shiddiq, seorang yang teramat sayang kepada Allah dan Rasulullah. Ia mengorbankan hartanya di Jalan Allah, Ia serahkan dirinya membela Agama Allah. Hingga Ia termasuk pada 10 sahabat yang mendapatkan jaminan masuk syurga.
Kita juga tak luput dari kisah penaklukan konstantinopel, sebuah kota yang sulit ditaklukan, ratusan tahun terdapat kesulitan. Namun, sosok Muhammad Al-Fatih hadir dengan kepribadiaan yang luar biasa, setelah balighnya, Ia tak pernah meniggalkan sholat jemaanh da tahajjud. Mengoptimalkan waktu hanya untuk Allah. Aku pun sependapat jika Muhammad Al-Fatih calon penghuni syurga.
Allah menyediakan syurga bagi hambanya yang dikehendaki, hambaNya yang tak pernah lalai dari apa yang diperintahkanNya, tak pernah ngantuk mengawasi hambanya dari hal-hal yang dilarang. Sudahkah aku benar dalam menempuh jalan dunia untuk kebahagiaan akhirat? Sudah seberapa banyakkah kontribusiku untuk agamanya, mampukah aku berada di level Abu Bakar Ash-Shiddiq atau Muhammad Al-Fatih untuk hidup di dalam surga?
Ya Rabb, sudah pantaskah aku untuk tinggal di Syurga dengan amalanku yang yag entah engkau terima atau tidak, bahkan mungkin terlahap sikap ria-ku?
Penilaian Allah lebih baik dan benar dari segalanya, sedalam-dalam lautan manusia mampu menemukan kedalamnya, tapi hati sedalam-dalamnya tak ada yang mengetahui kecuali Allah SWT.
Sahabat, jika syurga itu mudah untuk dilalui, maka di dunia ini tak perlu lagi ada pengorbanan. Mari pantaskan diri menuju syurga yang lebih abadi. Tinggalkan, lupakan dan ikhlas pada perkara yang dapat mengganggu dalam perjuagan panji Islam!
Mari bermuhasabah bersama. Mohon maaf jika terdapat kata-kata yang keliru.
Doc. Pers & Pernerbitan UKI JAA UMY
Penulis : Puput Puspitya (Mahasiswa KKI/FAI 2014)