[PUISI] Sang Pendakwah

Original Posted : 8 Mei 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Antalogi membara seribu bahasa,

Diiringi ajakan berlandaskan tuntunan

Tuntunan bak perintah dari sang pangeran

Hmm sungguh sempurna

Barangkali, soraianku tak seindah pujangga

Rintihanku tak setatih penjemput idola

Namun tujuanku jelas, terarah, dan bermakna.

Alhamdulilah…

Semua pengabdian tak berujung kecuali hinggapnya tantangan

Coba pikirkan

Apakah tak tahu betapa riuh utara yang engkau lontarkan?

Semata-mata seruan ini bukan tanpa alasan?

Hingga tak jarang perasaan ini terpelakkan?

Sungguh!

Astaghfirullah

Hmm

Memang kuakui tuangan lisan sebagai andalan

Tetapi, jika itu dicaci pasti akan turun ke hulu jua

Aku tak ingin bungkam, aku tak ingin goyah, dan aku tak ingin MARAH

Justru, jika aku menyerah bagaikan bedebah

Maka, kadar keimananku senada berkutit pada picisan belaka

Cukup…

Sudahi semua…

Hanya dengan kesabaran Allah akan menguji kesungguhan kita

Wahai Sang Pendakwah

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Penulis : Abdi Ikhsan Nugroho (Mahasiswa Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UMY)

Melangkah Bersama dalam Jalan Dakwah

Original Posted : 5 Mei 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali – Imran : 104)

Jalan dakwah tak semudah mengedipkan mata, memiliki ruang dan waktu yang sulit. Namun ingatlah pengemban amanah dakwah mulia di hadapan Allah dan menjadi manusia berkah yang dikagumi penghuni langit, pun bersahaja diantara para manusia.

Namun ingatlah, bukan posisi yang menentukan dakwah suatu kewajiban, tetapi hati yang senantiasa merindukan surga dan pemiliknya, menantikan pertemuan bersama kekasihnya, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Maka, Jama’ah Al-Anhar (Rohis Kampus) UMY hadir untuk melahirkan generasi tangguh yang mahir dalam berdakwah.

UKI JAA UMY adalah Unit Kerohanian Islam Jama’ah Al-Anhar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. UKI JAA UMY adalah lembaga dakwah internal kampus yang berasaskan Islam dan bersifat keislaman, keilmuan, keumatan, kemasjidan, independen, komunikatif, edukatif, koordinatif dan kecendikiawanan. Definisi setiap sifat tersebut dijelaskan dalam anggaran rumah tangga. UKI JAA UMY secara tegas tidak berpihak kepada partai politik kampus ataupun partai politik nasional secara kelembagaan.

Adapun tujuan dari Jama’ah Al-Anhar ialah menciptakan masyarakat kampus yang memiliki integritas pribadi yang utuh dalam aqidah dan syariat islam serta memiliki ilmu pengetahuan yang komprehensif demi terwujudnya kampus yang islami. Yaitu dengan cara:

a. Mengoptimalkan kaderisasi dalam perekrutan, penjagaan, pembinaan, dan pengkaryaan.

b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kader dalam bidang keislaman, akademik, dan profesi.

c. Memperkokoh dakwah fakultas

d. Mengoptimalkan fungsi masjid kampus sebagai pusat ibadah dan kegiatan dakwah.

e. Mensyiarkan fitrah2 keislaman.

f. Membentuk opini publik yang positif baik secara personal maupun kolektif.

g. Memperkokoh dan memperluas jaringab dakwah di dalam maupun di luar kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dengan sejuta harapan yang semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah,   maka teruslah berjuang para perindu surga, bersama kita berjalan dalam dakwah mewujudkan tujuan mulia.

Isyhadu biaanna muslimun

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

[PUISI] Renung – Renung Sepertiga Malam

Original Posted : 4 Mei 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Tak tau mana yang benar-benar ku sesalkan;

Shalat lima waktu yang terlewatkan, atau Shalat tepat waktu yang di-sekedar-kan?

Aku tak tau mana yang benar-benar menyedihkan;

Hafalan sedikit lalu terlupakan, atau hafalan banyak tapi tak diamalkan?

Aku tak tau mana yang benar-benar memalukan;

Ingin tilawah tapi tak bisa, atau bisa tapi tak ingin?

Aku tak tau mana yang benar-benar menyakitkan;

Cacian atas ketulusan, atau pujian atas kemunafikan?

Aku tak tau mana yang benar-benar menakutkan;

Mati yang tiba-tiba, atau hidup yang sia-sia?

Lalai, bukan lagi lalai lalai bocah lugu yang terkesan lucu

Hati, bukan lagi hati hati balita yang tak tau apa-apa

Tiap lalai ada dosa, tiap hati ada noda

Semoga, kain kafan tidak lebih putih dari hatiku.

~Teruntuk hati hati yang nyaris mati~

 

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Penulis​ : Irma Lisnawati

Kisah Nabi Syuaib a.s, Sang Juru Pidato

Original Posted : 27 April 2017

{Bismillahirrahmaniirahim}

Nabi Syu’aib adalah seorang Rasul yang di kirim oleh Allah SWT ke penduduk kota Madyan, yakni suatu negeri yang lokasinya dekat perbatasan negeri Syam dan Palestina, dekat dengan danau kaum Luth. Kaum Madyan merupakan bagian dari kaum Arab, sehingga dalam shohih bukhori di katakan bahwa Nabi Syu’aib merupakan Rasul yang di turukan di daratan arab, seperti Nabi Hud, Shaleh, dan Muhammad SAW. Adapun nasab Nabi Syuaib, dalam beberapa keterangan diantaranya Ibnu Ishaq menuturkan bahwa Nabi Syu’aib memiliki nasab Syu’aib bin Yasykar bin Lawi bin Ya’kub. Namun yang lain ada yang menyebutkan Syu’aib bin Nuwaib bin Aifa bin Madyan bin Ibrahim. Dan ada pula yang menyebutka bahwa Nabi Syu’aib ialah keturunan dari Nabi Luth, sebagaimana Ibnu Asakir mengunggkapkan bahwa putri Nabi Luth adalah nenek dari Nabi Syu’aib. Wallahu a’lam.

Nabi Syu’aib di turunkan kepada penduduk kota Madyan yag penduduknya jauh dari ketaatan kepada Allah, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an yang artinya “Dan (kami telah mengutus ) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib, ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah dating kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka Sempurnakanlah takaran dan timbangan dan jangan kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerushan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaiknya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman.” (Qs. 7 : 85).

Nabi Syu’aib memerintahkan kaumnya untuk berbuat kebajikan dengan menghindari harta yang haram, menegakkan keadilan dalam takar-menakar da timbang-menimbang, melarang berbuat lalim, saling merugikan, akan tetapi kaumnya tetap ingkar. Padahal Nabi Syu’aib telah menjelaskan kepada mereka sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 85-86 yang artinya :“Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, da jaganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan. Sisa (yang halal) dari Allah SWT adalah lebih baik bagimu jika kamu beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.”

Dalam mengajak tauhid kepada Allah SWT, Nabi Syu’aib memerintahkan kaumnya berupa peringatan atas tindakan yang tidak patut, peringatan kepada mereka bahwa Allah akan mencabut semua nikmat yang ada di kaum Madyan. Namun tak jua ada cahaya islam di hati mereka, namun peringatan tersebut di sampaikan dengan tutur kata yang lembut pada mereka bahkan dilakukan secara berdialog. Oleh karena itu, Nabi Syu’aib dijuluki sebagai juru dakwah. Dalam sebuah riwayat Ibnu Abbas, Ia menuturkan bahwa setiap kali Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Nabi Syu’aib, Ia mengatakan ‘Dia adalah juru bicara para nabi”.

Bagai dakwah telah melekat pada jiwanya, Nabi Syu’aib senatiasa berdakwah walau caci dan maki kerap menghampiri dirinya bahkan Ia pun meninggalkan kota Madyan yang masyarakatnya tetap membangkang. Ia berhijrah menuju kota Aikah, Ia berdakwah di kota tersebut namun penduduknya tak jauh berbeda dengan kaum Madyan.

Kemungkaran Kaum Madyan pun mengundang murka dari Allah, hingga Allah mengguncangka bumi mereka sebagaman firman Allah SWT berikut dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 91 yang artinya : “Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimangan di dalam reruntuhan mereka.”

Sahabat, sunguh kisah Nabi Syu’aib sang juru pidato yang tetap menunaikan amanah dari Allah SWT mengingatkan kita semua akan arti kesabaran dan ketabahan dalam berdakwah. Marilah menjadi manusia pilihan Allah yang senatiasa menebarkan kebaikan di muka bumi ini untuk makmurnya agama Allah.

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Penulis : Puput Puspitya (Mahasiswa KKI-KPI UMY 2014)

Sapa Sejuk Hidayah kepada Perindu Allah

Original Posted : 7 April 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Perjalanan hidup ini memang sulit untuk ditebak, sebab terkadang yang kita bayangkan adalah gemercing kebahagiaan tapi justru kepahitan yang datang melanda. Sebaliknya kadang takut dan cemas merasuk dalam pikiran namun kadang kebahagiaan yang datang menyapa. subhanaAllah, beginilah Allah mengatur hidup setiap hambanya, sehingga ahli ramal meramalpun tak mampu memprediksi kejadian pada detik yang akan datang dan inilah yang membuat seluruh hambanya yang berfikir dan berdecak kagum akan segala kuasa dan ilmuNya …
Dan begitu indahnya ketika sejuk  hidayah menyapa kehidupan seseorang untuk kembali pada fitrah keislamannya, lembut sayup dengan sentuhan khitmat tiada penanding,

Siti Rahimah namanya, seorang muslimah kelahiran Kediri 1 April 1960, anak pertama dari 8 bersaudara beliau merajut keluarga diawal tahun 1980, seorang Ibu dari 2 bersaudara, dan hebatnya beliau adalah seorang muslimah yang telah memilih islam sebagai agama pilihannya di pertengahan februari 2008, berbicara tentang bagaimana proses keislaman itu berlangsung, memang sangatlah penting namun ada hal penting yang InsyaAllah akan menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk mensuplai keislaman kita.

Ghiroh beliau untuk  lebih mendalami islam itu yang  utama, sekarang mari kita berkaca dengan bertanya pada diri kita sendiri.

Bagaimana ghiroh kita dalam beragama?

Sudahkah ia sebanding dengan lamanya kita mengenal islam?
bagaimana dengan kualitas keislaman kita yang turun temurun?

Lalu Kenapa kita memilih islam?

Hanya ikut, karna keluarga kita adalah muslim?

Sejauh apakah kita telah mengenal pencipta kita?

Sudah sebaik apa kita mainkan peran khalifah fil ard sebagai tujuan penciptaan kita sebagaimana yang termaktub dalam QS.Al-Baqarah:30?

Apa tujuan kita berislam?

Dan setentetan pertanyaan yang lain, pertanyaan yang jawabannya adalah untuk kita simpan sendiri, sebagai bahan untuk bermuhasabah.

Kembali pada figur diedisi ini, SubahaAllah Ibu Rahimah adalah sosok yang sudah membuat banyak orang terkagum-kagum, begitupun dengan saya, memang tidak lama mengenal beliau tapi perkenalan yang singkat rasanya sudah cukup sebagai bahan bagi saya untuk menghangatkan kembali ghiroh keislaman, ya saya iri dengan keistiqomahannya kecintaannya kepada Dzat yang telah memberinya hidayah limpahan nikmat yang menjadi landasan cara bersyukurnya, memainkan peran terbaik untuk berkontribusi demi kemaslahatan umat, sungguh ketika hidayah itu menyapa hatinya ia tidak lantas menikmatinya sendiri, namun masih terus berusaha untuk membagi dengan orang-orang terdekat tidaklah memandang status sosial sebagaimana orang kebanyakan.

SubahanaAllah! Tidak bisakah kita sadar? Tak bisakah kita terhentak pada kejut kenyataan, Bahwa sungguh keislaman yang telah kita lawati dalam hiitungan tahun yang panjang, lalu apakah yang sudah kita berikan?

Segala puji bagiMu ya Allah, wahai rabb yang telah menuntun hati kami untuk memilih keislaman sebagai pilihan terakhir untuk menemuiMu. Maha Suci engkau wahai pemilik hidayah hanya engkaulah yang berhak menyadang segala puji dan keagungan.

Wallahu a’lam …

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Penulis      : Ana Haninah Billini (Mahasiswa KKI 2014)

Boleh Berbohong, Apabila Kamu Berada di Situasi Ini!

Original Posted : 27 Maret 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Berbohong merupakan sifat yang tak bisa di lepaskan dari rutinitas manusia, namun manusia pilihan mampu menahan hawa nafsu untuk tidak melakukannya. Berbohong memiliki ketajaman yang dapat melukai siapapun, bahkan bebohong merupakan tunas yang paling subur karena dari satu kebohongan mampu menumbuhkan kebohongan—kebohongan yang lain. Dalam sebuah leterasi, berbohong dapat menjadi sebuah kebiasaan atau habbit yang sulit di hilangkan bagi pelakunya, berbohong pun salah satu arus yang menggerus generasi muda bahkan martabat bangsa. Adanya kerusakan-kerusakan di sebuah negara, salah satunya akibat tumbuh bibit berbohong, hakim yang tidak adil karena Ia melukai jabatannya dengan bohong, pemimpin yang culas karena Ia melukai wibawanya dengan bohong, pengusaha yang merugi karena Ia melukai labanya dengan bohong, dosen tak lagi dihormati mahasiswanya karena Ia melukai kinerja mahasiswanya, pun segala profesi yang dilakui dengan kebohongan oleh pemiliknya akan bermuara pada kerusakan.

Adapun dalam Islam, berbohong merupakan salah satu nilai dosa bagi pelakunya yang dapat mengundang adzan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Menurut Raghib al-Ashfahani berbohong ialah ucapan yang menyelisihi apapun yang ada di dalam hatinya. Sehingga dikatakan bahwa berbohong bagian dari ciri-ciri orang munafik sebagiamana hadits Rasulullah SAW berikut yang artinya : “Tanda orang munafik ada tiga : Apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya dia khianat.” (HR. Bukhari no. 6095, Muslim no. 59).

Namun, muncul sebuah sebuah pertanyaan yang menjadi pandangan kritis manusia, yakni Bagaimana jika berbohong demi kebaikan?

Muslimah, berbohong demi kebaikan memilki arti yakni dapat berupa menutupi aib seseorang bahkan melindunginya serta dalam beberapa keadaan sebagaimana keterangan berikut :

Berbohong untuk mendamaikan manusia

Berbohong yang dimaksud ialah berbohong dengan tujuan untuk menutupi aib seseorang atau bertujuan untuk mendamaikan antar muslim satu dengan yang lainnya. Sebagai mana hadits Rasulullah yang diterima Ummu Kulsum r.a yang arinya : “Tidak pernah aku mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidaklah aku anggap seorang itu berbohong apabila bertujuan mendamaikan di antara manusia, berkata sebuah perkataan tiada lain kecuali untuk perdamaian; orang yang bohong ketika dalam peperangan; dan suami yang berbohong kepada istrinya atau istri yang berbohong kepada suaminya.;” (HR. Abu Dawud no. 4921, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 54).

Berbohong di Medan Perang

Berbohong di medan perang di perbolehkan sebagaimana hadits Rasulullah Shalullahi Alaihi Wassalam yang artinya : “Perang adalah tipu muslihat” (H.R Bukhori)

Dan Ibnul Farabi dalam kitab Fathul Bari menambahkan bahwa bohong ketika perang adalah pengecualian yang dibolehkan berdasarkan nash, sebagai keringanan bagi kaum muslimin karena kebutuhan mereka dalam peperangan.

Berbohong antara Suami dan Istri

Berbohong antara suami dan istri yakni dalam konteks menambah kasih sayang diantara keduanya. Imam An-Nawawi pernah berkata bahwa berbohong kepada istri, atau istri bohong kepada suami, maka yang diinginkan adalah menampakkan kasih sayang dan janji yang tidak mengikat. Adapun bohong yang tujuannya menipu dengan menahan apa yang wajib ditunaikan atau mengambil yang bukan haknya, maka hal itu diharamkan menurut kesepakatan kaum muslimin. (Syarah Shahih Muslim, 16/121).

Selain itu, Syaikh al-Albani menambahkan bahwa “Bukanlah termasuk bohong yang dibolehkan, apabila suami menjanjikan kepada istrinya yang dia sebenarnya tidak ingin menepati janji tersebut, atau suami mengabarkan kepada istrinya bahwa dia telah membeli ini dan itu lebih banyak dari kenyataannya untuk mencari ridha sang istri. Perkara semacam ini bisa terbongkar, dapat menjadi sebab cekcok serta prasangka buruk seorang istri kepada suaminya, ini termasuk kerusakan bukan perbaikan. (ash-Shahihah, 1/818).

Berbohong untuk mempertahankan Aqidah

Berbohong dalam mempertahankan aqidah ialah jika dalam keadaan yang paling mengancam, sebagiamna kisah Ammar bin Yasir yang mengaku telah kembali memeluk berhala setelah keduanya orangtuamya terbunuh padahal hatinya masih sangat terpaut pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah pun mendengar kisah ini dan Ia tidak mengatakan Ammar bin Yasir telah berdusta.

Muslimah itulah beberapa keadaan yang diperbolehkan untuk menutupi ucapan yang benar. Walaupun demikian, berbohong tidak bisa dijadikan landasan untuk seluruh kebaikan, karena insyaaAllah selalu ada jalan yang lebih baik untuk ditempuh. Syaikh Prof Dr. Musthofa Al Bugho mengatakan Intinya, dusta tetaplah suatu perkara yang diharamkan. Bohong atau dusta hanyalah diringankan pada suatu perkara yang dianggap punya maslahat yang besar yaitu yang disebutkan dalam hadits di atas. Dalam suatu kondisi berdusta malah bisa diwajibkan untuk menghindarkan diri dari kehancuran atau kebinasaan seseorang. Wallahu ‘Alam.

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Sebait Suara Muslimah JAA dalam Meneguhkan di Segala Sisi

Original Posted : 18 Maret 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Suara muslimah, ketika sesuatu tak sejalan dengan aplikasi al-Qur’an dan hadits dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam aspek yang sangat pundamental, seperti tentang kepemimpinan. Dalam kreatifitasnya, tulisan muslimah ini berdasarkan pengalaman yang dikemas dalam sebuh cerita singkat yang membuat pembahasan menarik.

“Jadi bagaimana kesimpulannya? apakah mbanya setuju atau tidak jika wanita menjadi pemimpin? Indonesia bukan negara islam, meskipun penduduknya mayoritas islam. Di dalam UUD 1945 sendiri sudah dijelaskan dalam pasal 28D bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Bukankah ini artinya bahwa seorang wanita pun boleh jadi pemimpin? Mohon penjelasnnya disertai dasar hukum”

Plak!

Saya yang tadinya sudah bersiap meninggalkan ruang seminar kembali mengulurkan niat setelah mendengar seorang mahasiswi bertanya dengan menyebut-nyebut UUD dan dasar hukum (pertanyaan khas anak hukum). Saya sendiri sempat kaget saat ia menanyakan hal ini. Setau saya ini sudah di bahas dalam mata kuliah Hukum Ketatanegaraan dan Hukum Ketatanegaraan Islam. Haruskah hal seperti ini dipertanyakan lagi? bukankah sudah jelas perbandingannya? hmm baiklah itu haknya. Karena hal yang sudah jelas kadang memang masih perlu untuk lebih diperjelas.

Barangkali diantara teman-teman ada juga yang berpikiran sama dengan rekan saya ini. Kalau begitu, mari kita diskusikan.

Dasar hukum. Sebagai ummat islam dasar hukum kita sudah pasti Al-qur’an dan As-sunnah, dan tentulah pemimpin yang ideal dalam islam adalah laki-laki yang beriman. Sebagaimana Allaah mengutus para Rasul dari kalangan pria, sebagaimana Rasullullaah SAW mengangkat amir (pemimpin) dari kalangan pria. Kelirulah kita jika menganggap ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap wanita. Bukankah ini justru bentuk penghormatan dan kasih sayang islam terhadap wanita? Sebelum menikah wanita sudah memegang amanah yang sangat besar dari orang tuanya, bahkan bisa dikatakan surga atau neraka orang tua tergantung dari anak perempuannya. Pun setelah menikah, wanita memikul amanah yang cukup berat, melayani suami, mendidik anak, mengatur keuangan, mengatur gizi untuk keluarga, dan lain sebagainya yang belum tentu seorang suami mampu melakukan pekerjaan istrinya. Cukuplah amanah-amanah itu dibebankan pada wanita, islam tidak lagi mau menambah bebannya dengan harus menjadikanya seorang pemimpin. Wanita yang mengasah pedang, pria yang menebas musuh. Seperti itulah kurang lebih pembagian peran antara wanita dan pria dalam islam.

Indonesia bukan negara islam? Benar! lalu apakah itu menjadi alasan kita untuk tidak berislam?

Jika tadi sudah disebut-sebut Pasal 28D UUD 1945, sekarang coba buka Pasal 28E UUD 1945 yang bunyinya kurang lebih“..setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” Perlu digaris bawahi kalimat “beribadat menurut agamanya” Nah jika kita mengaku taat pada UUD apakah kita sudah beribadat menurut agama kita?

Terakhir, saya ingin mengutip perkataan dosen saya “Indonesia bukan negara Islam. Benar! tapi Indonesia juga bukan negara liberal. Indonesia adalah negara religius. Dan jika kita menengok sejarah kemerdekaan Indonesia, Islam punya saham yang besar di negeri ini. untuk itu, BERSUARALAH!”

Waallaahu’alam bish-showab

Pemimpin Teladan, Umar bin Abdul Aziz

Original Posted : 13 Maret 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Umar bin Abdul Aziz, seorang insan yang terlahir sebagai Khalifah pembaharu dari Bani Umayyah. Namanya lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil Ash bin Umaiyah bin Abdu Manaf. Ia lahir di Madinah pada tahun 61 H dari seorang Ibu yang bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khathab dan seorang Ayah yang bernama Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam.

Kepribadian Umar bin Abdul Aziz terbentuk dari pengawasan para pamannya yang merupakan para sahabat-sahabat Rasulullah di Madinah, sejak kecil Ia gemar menuntut ilmu dengan menghadiri diskusi para ulama yang berada di majelis pusat ilmu pengetahuan serta kondisi lingkungan yang berada ditengah-tengah orang-orang sholeh. Selain itu, Abdul Aziz-Ayahnya memilihkan seseorang sebagai murabbi Umar bin Abdul Aziz yakni Shalih bin Kaisan untuk mendidiknya mengenal islam. Sehingga dari pembelajarannya Umar bin Abdul Aziz mampu tampil sebagai pemuda yang cerdas serta diusinya yang masih dini ia sudah menghafal Al-Qur’an.

Sosok Umar bin Abdulu Aziz yang sangat erat dengan nilai-nilai islam, mampu menghadirkan kembali musyawarah sebagai suatu jalan dalam pemilihan pemimpin, karena menurutnya sistem demokrasi melibatkan paksaan terhadap pihak yang tidak setuju. Selain itu, dalam periodenya pemimpin Ia sangat amanah dan dalam menjalankan pemerintahnnya memperkerjakan orang-orang yang amanah. Adapun aturan-aturan yang di jalankannya semata-mata untuk kepentingan ummat.

Menjadi seorang pemimpin bagi Umar ada suatu ujian, dan selayakknya ujian itu di hadapi dengan kesabaran serta kebaikan. Terutama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai islam baik dalam hal ibadah maupun muamalah, dengan kebijakannya Ia pun membiayai masyarakatnya yang hendak pergi menunaikan ibadah haji. Tentunya hal ini semakin membuat masyarakat Bani Ummayah bangga berada di bawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Karena tu pun Ia termasuk orang yang memiliki ilmu yang tinggi hingga dapat disejajarkan dengan pada Ulama pada zaman itu.

Penerapan keadlian bagi seluruh penduduk Bani Ummayah pun mewarnai masa kegelimangan pemerintahnnya, Ia senantiasa meneggakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Tercatat dalam sejarah, bahwa Ia memerangi setiap bentuk hawa nafsu dan bid’ah. Imam Al-Auzali yang menukil perkataan Umar bin Abdul Aziz : Apabila kamu melihat suatu kaum yang berbincang-bincang tentang agama dengan sesuatu yang tidak umum maka ketahuilah bahwa mereka sedang membangun kesesatan.

Dalam permasalahan ekonomi, Umar bin Abdul Aziz mampu meretas kemiskianan pada masayarakat, sehingga keadaan ekonomi masyarakat banyak yang tercukupi, bahkan muzakki pun jarang ditemukan sebagaimana Umar bin Usaid berkata : “Demi Allah, tidaklah meninggal Umar bin Abdul Aziz sehingga dia menjadikan seseorang membawa hartanya yang begitu banyak kepada kami, lalu dia berkata : ‘Berikan kepada siapa saja yang kalian anggap berhak menerimanya’ namun dia terpaksa kembali membawa seluruh hartanya. Umar telah membuat semua orang menjadi kaya.

Sungguh sosok pemimpin yang patut dijadikan teladan bagi kita semua, Ia mampu menumbuhkan nilai-nilai islam dengan cara yang sangat indah, cara yang Ia tempuh berawal dari menjadikan dirinya sebagai panutan yang sudah seharusnya memiliki prilaku dan karakter yang baik serta taat pada Allah SWT, lalu Ia melalui proses dengan cara bertahap dalam membenahi kehidupan masyarakatnya. Rasa empati yang dimiliki Umar pun sangat tinggi, terlihat bahwa Ia sangat memahami jiwa kemanusiaan, serta tak lupa Ia selalu mengutamakan hal-hal yang bersifat prioritas. Karena sistem Musyawarah yang telah dikembangkan kembali pada masa pemerintahnnya Ia pun senantiasa memperjelas rencananya dalam mengambil langkah-langkah pembenahan, tak ketinggalan suatu perkara yang menjadi tombol segalanya ialah memegang teguh ajaran al-Qur’an dan hadits.

Muslimah, mari membangun generasi seperti Umar bin Abdul Aziz, karena Ia pun terahir dari seorang Muslimah yang cerdas, kuat beragama, bagus, dan shalehah. Bantu perbaiki bumi ini dengan menghadirkan beribu-ribu sosok pilihan Allah SWT.

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY

Penulis : Puput Puspitya (Mahasiswa KKI-FAI 2014 )

Pantaskah Aku Masuk Surga?

Original Posted : 7 Maret 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Sahabat, berbicara tentang syurga adalah sebuah kenikmatan yang tak terkira, membaca tulisan tentang syurga seakan kita akan tiba di sana, mendengar kata syurga seakan kita akan hidup di sana.  Namun tatkala sebuah tanya memecah sunyi, sudah pantaskan aku masuk syurga?

Menitip rindu pada sebuah nada lagu, “Aku manusia yang takut neraka, namun aku juga tak pantas di surga”. Jika aku melihat diriku, Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya daripada mahluk lainnya, tapi aku menyadari akan keluhan yang menipiskan keimanan, iri dan dengki masih tengah kurasakan. Perintah dan laranganNya pun terkadang kulalui. Bagaimanakah aku akan mencium aroma syurga?

Lisan yang seyogiyanya terucap dzikir, shalawat dan tilawah. kini memudar dengan alunan-alunan musik dan nyanyian. Terkadang pula, aku menghadiri majlis-majlis ghibah. Interaksi sosialku pun, tak mampu menyambungkan tali silaturahmi melainkan memutuskan tali silaturahmi atas lisan ku yang tajam dan bermata dua, terkadang membahagiakan namun juga di samping itu mampu melukai. Bagaimanakah aku akan menapaki kaki ini di syurga?

Jarak masjid di Indonesia sangat dekat bahkan dapat di jangkau dengan berjalan kaki, namun kaki-ku masih kupaksa terdiam dalam belaian angin, dan malas pun menyerang hingga ku terlepap, bangun di akhir waktu. Bayang-bayang api jahanam pun melintas pada bayang-bayang selaput mata, dan surga terasa semakin menjauh. Astagfirullah

            Sahabat, hingga kita pun berkewajiban untuk menela’ah sedikit kisah para sahabat yang teramat dalam mencintai Islam. Sebagai contoh, Sahabat Abu Bakar Ahs-Shiddiq, seorang yang teramat sayang kepada Allah dan Rasulullah. Ia mengorbankan hartanya di Jalan Allah, Ia serahkan dirinya membela Agama Allah. Hingga Ia termasuk pada 10 sahabat yang mendapatkan jaminan masuk syurga.

Kita juga tak luput dari kisah penaklukan konstantinopel, sebuah kota yang sulit ditaklukan, ratusan tahun terdapat kesulitan. Namun, sosok Muhammad Al-Fatih hadir dengan kepribadiaan yang luar biasa, setelah balighnya, Ia tak pernah meniggalkan sholat jemaanh da tahajjud. Mengoptimalkan waktu hanya untuk Allah. Aku pun sependapat jika Muhammad Al-Fatih calon penghuni syurga.

Allah menyediakan syurga bagi hambanya yang dikehendaki, hambaNya yang tak pernah lalai dari apa yang diperintahkanNya, tak pernah ngantuk mengawasi  hambanya dari hal-hal yang dilarang. Sudahkah aku benar dalam menempuh jalan dunia untuk kebahagiaan akhirat? Sudah seberapa banyakkah kontribusiku untuk agamanya, mampukah aku berada di level Abu Bakar Ash-Shiddiq atau Muhammad Al-Fatih untuk hidup di dalam surga?

Ya Rabb, sudah pantaskah aku untuk tinggal di Syurga dengan amalanku yang yag entah engkau terima atau tidak, bahkan mungkin terlahap sikap ria-ku?

Penilaian Allah lebih baik dan benar dari segalanya, sedalam-dalam lautan manusia mampu menemukan kedalamnya, tapi hati sedalam-dalamnya tak ada yang mengetahui kecuali Allah SWT.

Sahabat, jika syurga itu mudah untuk dilalui, maka di dunia ini tak perlu lagi ada pengorbanan. Mari pantaskan diri menuju syurga yang lebih abadi. Tinggalkan, lupakan dan ikhlas pada perkara yang dapat mengganggu dalam perjuagan panji Islam!

Mari bermuhasabah bersama. Mohon maaf jika terdapat kata-kata yang keliru.

Doc. Pers & Pernerbitan UKI JAA UMY

Penulis : Puput Puspitya (Mahasiswa KKI/FAI 2014)

Allah, Semoga Kami Selalu Taat Ketentuanmu

Original Posted: 4 Maret 2017

{Bismillahirrahmanirrahim}

Sahabat, banyak dari kita yang mengetahui Rabb-nya, tapi pun terkadang belum sepenuhnya mengenal, terkadang ungkapan aku mengenalnya hanya sebuah ungkapan manis semata, tanpa mengetahui apakah hati juga mengikuti apa yang kita telah di lafadzkan. Atau gerak lahiriyah ridho menjalankan titahNya.

Sahabat, masih sering kita merasa berputus asa dari rahmatNya, hingga terkadang menganggap segala ketentuannya yang tidak kita suka itu sebuah kekeliruan dan  musibah bagi kehidupan kita, padahal tanpa kita ketahui Allah memiliki rekayasa terbaik untuk hambanya. Suka ataupun duka kejadian itu memiliki hikmah bagi hambaNya. Namun hanya beberapa hambanya yang paham atas ketentuan yang Allah berikan.

Sahabat, kuatkanlah dirimu dengan senantiasa berdoa dalam menghadapi ketentuannya, niscaya doa akan selalu meluluhkan hati kita.

Hadapilah ketentuannya dengan penuh keikhlasan, karena Allah pernah berfirman dalam Al-Quran yang artinya : ” boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS AL-Baqoroh : 216).

Sahabat, tidak ada alasan lagi untuk ragu atas ketentuannya. Ingatlah kita harus patuh dan taat  padanya semata. Percayalah, Allah sangat mengenali hambaNya dengan penuh kasih sayang dan cintaNya. Marilah bermuhasabah, semoga kita selalu menjadi hambaNya yang selalu taat pada ketentuan dariNya, usikum waiyaya nafsi.

Doc. Pers & Penerbitan UKI JAA UMY 2016/2017

Penulis : Fatimatuz Zahrati (Mahasiswa IFIEF  2014)